Selasa, 30 Desember 2008

ATAS NAMA CINTA

Atas Nama Cinta
Oleh Amanda Syarfuan


Seorang pemain yang kecil; seorang yang gandrung rock bergaya metro-goth; yang ketiga hanya berkelana ke dalam dunia pop rock; yang keempat sedang belajar teknik menulis-lagu; dan yang kelima adalah yang menyatukan mereka.
Atas nama cinta mereka bersatu -- dan cinta itu sendiri menjadi pinsip yang membimbing musik mereka.Tepatnya dua puluh tahun yang lalu, pada tahun 1986, empat anak sekolah dari SMA Negeri 6 Surabaya memutuskan membentuk sebuah rock band. Mereka menamai grupnya Dewa 19. Armad dengan mimpi-mimpi besar dan sebuah nama yang laden dengan signifikansi [catatan: Dewa berarti “tuhan” dalam bahasa Jawa dan Sanskerta], secara perlahan mereka maju, tanpa menyadari betapa keputusan mereka membentuk band akan mempengaruhi hidup mereka pada tahun-tahun yang akan datang.
Seperti beberapa band di masa lalu, Dewa 19 tidak bebas dari masalah, dari perubahan personel hingga gosip dan kesulitan-kesulitan hukum. Seperti bunyi ungkapan, ‘Jika sesuatu tidak membunuhmu, ia hanya akan membuatmu lebih kuat.’ Di sini pada tahun 2006, pataka Dewa 19 tetap tertanam kuat di puncak blantika musik Indonesia.Republik Cinta, album terbaru Dewa 19, baru dirilis oleh EMI Indonesia. Konon kontrak telah dibicarakan secara langsung dengan EMI Asia Tenggara, di Hong Kong. Keputusan Dewa membiarkan label kuno mereka didasarkan pada suatu keinginan untuk mengembangkan sayapnya secara internasional. “Saya tidak pernah mengatakan ‘Go international’, tetapi, ‘Go Asia!’ Going international terlalu tinggi bagi orang Indonesia seperti saya,” kata pemimpin Dewa 19 Ahmad Dhani, merendah.
Jika seorang artis bisa dikatakan menjadi favorit para jurnalis [Indonesia], artis itu adalah Ahmad Dhani. Di bawah penampilannya yang arogan, seseorang akan mengetahui rasa percaya diri yang kuat pada jawaban merendah Dhani pada pertanyaan-pertanyaan para jurnalis. Sikapnya juga memancarkan keyakinan dalam karya artistik baru yang dia sajikan pada publik. Sekalipun tergoda oleh pejualan yang fenomenal pasangan band yang baru dibentuk, Dhani mengaku tetap tidak tergoda dalam musiknya. Untuk mengilustrasikan hal ini, dia mengemukakan sebuah analogi menarik. “Misalnya, sebuah kursi yang dibuat oleh Da Vinci adalah seni, sementara yang dibuat oleh Ligna [sebuah merk furniture yang populer] adalah murni fungsional, bukan seni.
Musik yang fungsional bisa disebut hiburan,” kata dia. “Jika Dewa memilih membuat musik yang seperti furniture Da Vinci, maka ia tidak bisa dibandinkan dengan produk Ligna, yang penjualannya tentu lebih tinggi.” Kalimat terakhir ini dibenarkan oleh Dhani melalui telpon setelah wawancara, untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam menafsirkan analoginya.“Sebenarnya, untuk meningkatkan permintaan bagi album baru ini, kami tergoda untuk membuatnya sedikit lebih 'jelek,' tapi kami tidak bisa! Karena karya yang luar biasa tidak bisa dibuat untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar. Itulah Indonesia. Terkadang kami, juga, bisa tergoda untuk mendongkrak penjualan. Jika lirik pada Laskar Cinta [single utama pada album terbaru kedelapan Dewa, Republik Cinta] diubah menjadi, ‘Oh Nurlela!’ atau ‘Oh Gadis Manis!’, mungkin ketika itu akan ada permintaan pasar yang lebih besar pada lagu tersebut, karena ia akan lebh romantis, atau lucu, atau sesuai dengan selera pasar dibandingkan yang bisa ia lakukan,” kata dia, sambil mencontohkan nada lagu tersebut sepertu menggumam. [sebenarnya, segera setelah peluncurannya, Laskar Cinta menjadi lagu hit #1 di Indonesia, sementara video musiknya melesat ke tangga #1 program MTV Asia Ampuh. Lirik lagu itu diilhami oleh ayat-ayat al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad saw.] “Itulah godaan. Istriku bahkan menyarankan menggunakan lirik-lirik lain untuk mengejar penjualan."“Mengapa saya tidak mengubah lirik-lirik seperti yang dia sarankan? Karena saya punya missi mempromosikan kedamaian dan toleransi, dan bahwa lagu ini betul-betul sesuai dengan missi itu,” tambahnya. Mungkin banyak pendengar akan bingung ketika mereka mendengar judul lagu itu, Laskar Cinta, yang identik dengan judul album Dewa sebelumnya, yang ketujuh. Sekali lagi, Dhani mengaku itu dilakukan untuk menjadi sesuatu yang sama sekali tidak biasa, yang telah dilakukan oleh band favoritnya, Queen. Namun bahkan pada judul lagu itu, kebingungan juga bisa muncul dari fakta bahwa band itu kini merujuk pada penggunaan angka 19 setelah nama Dewanya. Sungguh sayang Dhani tidak menuturkan maksudnya dengan lebih jelas, taruhlah bahwa selalu ada sebuah makna, dan pesan, yang signifikan yang tersembunyi di balik judul setiap lagu dan album Dewa. “Itu hanya kebetulan, he?” jawab Dhani, tertawa.
Ketika mendengarkan lagu Laskar Cinta, seseorang mendengar pengaruh Timur Tengah yang kuat. Sebenarnya, beberapa orang yang melakukan review sebelumnya telah terkejut dan membuat kesalahan menganggap bahwa Dewa telah mengubah gaya musiknya untuk menyamakan Arab dan Dangdut [sebuah gaya musik Indonesia yang dikawinkan dengan pengaruh Arab dan Bollywood]. “Saya tidak setuju bahwa lagu itu masuk dalam kategori musik Arab. Bahkan, itu adalah musik dunia yang sedang kami coba.
Gaya Arab hanya menyertai permulaan ayat-ayat; pada refrain pertama, gaya itu berubah pada Latin,” kata Dhani. “Sebuah lagu tidak harus kompleks untuk bagus, tapi itu tidak berarti kita selalu harus membuat lagu-lagu seperti Separuh Nafas, bukan?” [Separuh Nafas, atau Half (My) Breath, merupakan sebuah megahit album kelima Dewa, Lima Bintang, yang terjual 1.8 juta kopi di pasar reasmi dan hampir 8.5 juta di seluruh negeri.]. “Seseorang harus selalu mengevaluasi dinamika sebuah lagu, dan tidak terjebak dalam membuat lagu-lagu kuno yang sama berulang-kali

link na
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/con…01559.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar